Di sebuah tempat yang jauh, datanglah empat saudara laki-laki yang berkelana hingga mereka bertemu dengan seorang nenek tua. Nenek itu menatapmereka dengan mata tajam, lalu menawarkan sesuatu yang tidak mereka duga.
Nenek: "Anak-anak, bermalamlah di rumahku. Kalian pasti lelah setelah perjalanan panjang."
Saudara tertua menoleh ke arah adik-adiknya dan bertanya dengan sedikit ragu.
Kakak Tertua: "Bagaimana? Apakah kita bermalam di sini?"
Tiga saudaranya saling memandang dan akhirnya mengangguk.
Saudara Kedua: "Iya, kita bermalam di sini saja."
Saudara Ketiga: "Lagipula, kita tidak punya tempat lain."
Saudara Bungsu: "Ya, aku setuju."
Setelah hari mulai gelap, sang nenek mulai bersiap untuk sesuatu yang aneh. Ia mengambil enam jaring dan mengenakannya di wajahnya seperti penutup.
Nenek (dengan suara seram): "Sekarang, coba kalian melemparkan kulit kelapa ini ke kepalaku."
Keempat saudara saling berpandangan, kebingungan.
Saudara Kedua (berbisik): "Apa maksudnya ini? Nenek aneh sekali."
Saudara Ketiga (dengan nada tak sabar): "Kita kepung saja nenek itu dan kita lempar bersama-sama. Siapa tahu ini permainan anehnya."
Mereka pun menurut, melemparkan sabut kelapa ke arah nenek secara bersamaan. Nenek tertawa dengan suara serak dan berkata lagi.
Nenek:"Coba kalian buat lagi. Lihat, aku tidak apa-apa!"
Nenek itu mengenakan jaringnya lagi, lalu para saudara kembali melempar. Setelah itu, mereka masuk ke dalam rumah untuk makan malam. Seusai makan, nenek kembali berbicara.
Nenek: "Sekarang kalian boleh tidur. Tapi, anak yang paling kecil, tidur bersamaku."
Kakak-kakaknya, yang lelah, mengangguk setuju tanpa berpikir panjang.
Kakak Tertua: "Baiklah, adik bungsu, tidurlah dengan nenek. Kami tidur di sini."
Malam itu, ketika suasana hening dan semua tertidur, nenek memulai rencana jahatnya. Diam-diam, dia mencekik si bungsu hingga tewas. Setelah itu, ia memakan sebagian daging si bungsu dan menyembunyikan sisanya di parapara bambu di rumahnya. Keesokan paginya, kakak-kakaknya bangun dan langsung merasa ada yang aneh. Mereka tidak melihat adik bungsu mereka.
Kakak Tertua (cemas):"Nenek, di mana adik bungsu kami?" Nenek pura-pura terkejut.
Nenek (berbohong): "Aku tidak tahu. Tengah malam aku terbangun, tapi dia sudah tidak ada."
Para kakak mulai panik dan mencari adik mereka di sekitar rumah, tetapi hasilnya nihil. Ketika rasa putus asa mulai menyelimuti mereka, salah satu dari mereka memperhatikan sesuatu.
Saudara Kedua: "Tunggu! Lihat itu, semut-semut sedang keluar masuk dari lubang bambu."
Mereka mendekati bambu itu dan terkejut. Semut-semut itu sedang memakan bangkai adik bungsu mereka yang disembunyikan di para-para.
Saudara Ketiga (dengan marah): "Nenek telah membunuh adik kita!"
Tanpa menunggu lebih lama, mereka mengambil kayu pemukul dan mendekati nenek dengan langkah penuh kemarahan. Dengan kekuatan penuh, mereka memukul nenek itu hingga tewas.
Kakak Tertua: "Ini untuk adik kita!"
Setelah nenek itu mati, mereka meletakkan tubuhnya di atas bubungan rumah dan membakarnya hingga hangus bersama rumahnya. Asap tebal mengepul ke langit, mengakhiri kisah tragis nenek jahat itu.
(Diadaptasi dari Kumpulan Cerita Rakyat Daerah Malind oleh Drs. Ayub Peday, MM; Williborus Kanggam, S. Sos; Yoseph M.Mahuze, SE. Par; dan Alexius D. Ronggo, S.Si.)