Suara Marind

Kawi, Manusia Ikan
Home » Cerita Rakyat  » Kawi, Manusia Ikan

Dahulu kala, di sebuah rawa yang luas dan misterius, hiduplah seorang panglima perang bernama Kawi. Ia bukan manusia biasa. Ia memiliki kekuatan yang luar biasa dan tubuhnya bisa berubah menjadi ikan setiap kali ia menyentuh air. Karena kemampuannya ini, orang-orang menyebutnya Manusia Ikan.

Kawi bukan hanya seorang panglima, tetapi juga penjaga rawa. Ia melindungi tempat itu dari siapa pun yang ingin menghancurkannya. Di rawa itu, ia tinggal bersama para prajurit setianya, yang siap bertempur kapan saja demi mempertahankan tanah mereka.

Suatu hari, terdengar kabar bahwa seorang raja dari kerajaan jauh, Raja Haraga, berencana menaklukkan rawa tersebut. Ia menganggap rawa itu penuh dengan sumber daya berharga yang bisa dieksploitasi.

"Hutan dan rawa ini akan menjadi milikku," kata Raja Haraga kepada para panglima perangnya. "Tak ada yang bisa menghalangi kita, bahkan Kawi si manusia ikan itu!"

Namun, ia tidak tahu bahwa Kawi dan pasukannya memiliki senjata rahasia—Tarian Kawi, tarian perang yang bisa mengelabui musuh dan membuat mereka kehilangan arah. Malam sebelum pertempuran, Kawi berkumpul dengan para prajuritnya di tepi rawa. Mereka duduk melingkar, menyalakan obor kecil, dan berdiskusi tentang strategi perang.

Prajurit 1: "Tuan, pasukan Haraga besar. Bagaimana kita bisa menghadapinya?"

Prajurit 2: "Mereka punya senjata lengkap dan jumlah mereka lebih banyak dari kita!"

Kawi tersenyum tenang. "Kita tidak akan melawan mereka dengan jumlah atau senjata," katanya. "Kita akan menggunakan kecerdikan. Kita akan menari." Para prajurit saling berpandangan, lalu tersenyum. Mereka tahu apa yang dimaksud oleh panglima mereka.

"Tarian Kawi akan membuat mereka melihat apa yang tidak ada dan tidak melihat apa yang sebenarnya ada," lanjut Kawi. "Kita akan menuntun mereka ke kehancuran mereka sendiri."

Malam itu, di bawah sinar bulan, para prajurit berlatih Tarian Kawi. Mereka bergerak dalam lingkaran, menciptakan bayangan-bayangan di air, dan melatih gerakan cepat yang bisa membuat musuh kebingungan. Fajar menyingsing, dan suara langkah kaki bergema di seluruh rawa. Pasukan Raja Haraga telah tiba.

Raja Haraga: "Keluarlah, Kawi! Hadapi aku seperti seorang prajurit!"

Tak ada jawaban. Rawa tetap sunyi. Airnya tenang, seolah-olah tak ada kehidupan di sana. Tiba-tiba, terdengar suara drum bergema di kejauhan. Kabut mulai turun, menyelimuti rawa. Dari balik pepohonan, bayangan-bayangan mulai bergerak. Puluhan, ratusan, bahkan ribuan sosok terlihat menari dalam kabut.

Prajurit Haraga 1: (panik) "Mereka banyak sekali!"

Prajurit Haraga 2: "Tidak mungkin! Mereka tidak mungkin sebanyak ini!"

Raja Haraga menghunus pedangnya. "Jangan takut! Itu hanya ilusi!" teriaknya.

Namun, prajuritnya mulai kebingungan. Mereka melihat sosok Kawi di satu tempat, lalu di tempat lain, lalu di belakang mereka.

Raja Haraga: (menggertakkan gigi) "Hentikan permainan ini, Kawi!"

Dari tengah lingkaran prajurit rawa, Kawi muncul. Ia berdiri tegak, matanya tajam menatap musuhnya.

Kawi: (tenang namun mengancam) "Kau ingin rawa ini, Haraga? Kau tak akan mendapatkannya."

Seketika, tarian mencapai puncaknya. Para prajurit rawa bergerak semakin cepat, menciptakan suara gemuruh yang menggema di seluruh tempat. Kabut semakin pekat. Musuh tidak bisa melihat dengan jelas. Lalu, satu per satu, mereka mulai tenggelam. Tanah di bawah mereka berubah menjadi lumpur hisap, menarik mereka ke dalam kegelapan rawa.

Prajurit Haraga 3: (berteriak ketakutan) "Tanahnya menelan kita!"

Raja Haraga: (ketakutan namun masih berusaha melawan) "Tidak! Ini tidak mungkin!"

Ia mengayunkan pedangnya, tetapi pedangnya hanya menebas udara kosong. Sosok Kawi yang dilihatnya ternyata hanya bayangan. Akhirnya, ketika hanya tinggal beberapa prajurit yang tersisa, Raja Haraga berlutut.

Raja Haraga: (terengah-engah) "Hentikan… aku menyerah…"

Kawi melangkah mendekatinya, lalu berbisik, "Pergilah, dan jangan pernah kembali ke rawa ini."

Pasukan Haraga yang tersisa berlari meninggalkan rawa, tak berani menoleh ke belakang. Sejak saat itu, tak ada lagi yang berani mengganggu rawa Kawi. Malamnya, Kawi dan pasukannya berkumpul di tepi rawa. Mereka merayakan kemenangan dengan tarian, bukan untuk perang, tetapi untuk kebebasan.

Prajurit 1: "Tuan, tarian kita menyelamatkan rawa ini!"

Kawi: (tersenyum) "Tarian bukan hanya untuk merayakan, tetapi juga untuk melindungi. Selama rawa ini berdiri, Tarian Kawi akan terus hidup."

Dan begitulah legenda Kawi, Manusia Ikan terus diceritakan turun-temurun, bersama Tarian Kawi yang tetap dijaga sebagai warisan bagi generasi mendatang.